01: Jian
and her accident.
“Seluruh hatiku
membeku, kau menghilang dari sisiku, hanya itu.”
***
Manhattan, 10:00
PM.
Semua orang tahu bahwa kopi dapat menghilangkan
kantuk dan, engggh galau? Well, sebenarnya tidak. Aku masih
harus mengerjakan tugas kantorku yang tertunda, dan itu aku masih
terkantuk.
Kopi yang kuminum juga tak sepenuhnya bisa menghilangkan galau yang kurasa.
Dan, bagiku kopi hanyalah segelas minuman berwarna hitam pekat yang memiliki rasa
manis tapi pahit di lidah.
Manis? Pahit? aku pikir begitulah perasaanku saat ini. Penggambaran galau juga
tidak begitu tepat untukku. Aku bukan orang yang sedikit dramatis pada
percintaanku sendiri.
Tombol save ku klik. Kantukku tak bisa kutahan. Aku harus bergegas mematikan
laptopku dan kembali keranjangku sebelum………
“Darl? kau belum tidur?” terdengar suara wanita yang berasal dari kamarku
“Baru saja.
Kau terbangun karenaku? maaf, darl.” kataku tak enak
“No problem.
Aku terbangun juga karena ingin minum. Tidurlah, pagi nanti kau harus
menghadiri rapat di Virginia, kan?” katanya dengan lembut
“Arraseo. Aku
tidur dulu.” kataku sambil mencium dahinya lembut
Jian adalah
istriku. Kami sudah menikah selama 2 tahun dan memilih untuk menunda memiliki
anak karena aku masih sibuk dengan tugas kantor ayahku, dan juga karena Jian
masih harus menyelesaikan S1-nya di New york. Kami semua memilih pilihan itu
agar tidak menganggu konsentrasi urusan kami.
Sebenarnya pernikahan ini terjadi bukan karena kemauanku, tapi karena kemauan
ayahku.
Dia sangat
percaya pada Jian karena Jian adalah anak dari sahabat ibuku. Di masa ayah dan
ibuku muda dulu, ayah dan ibuku berjanji akan menjodohkan kami kelak
dewasa nanti. Dan ayah ibu Jian pun juga setuju.
Tapi
sejujurnya aku belum sepenuhnya mencintai Jian. Aku masih terbayang masa
laluku, dahulu..
Sebelum aku menutup seluruh badanku dengan bed cover, Jian sudah kembali dari
dapur. Dia mematikan lampu tidur dan masuk ke dalam selimut yang membungkusku
dengannya.
“Good night,
darl. Have a nice sleep.” katanya pelan
Aku memejamkan mataku, dan melesatlah ke alam mimpi.
***
Manhattan, 5:30 AM
Aku membuka mataku dengan lambat. Sekarang masih
jam setengah 6 pagi, penerbanganku akan dilaksanakan pada jam 7 lewat 15 pagi.
Tapi aku belum menyiapkan pakaianku selama 3 hari di Virginia. Aku bangun dari
ranjang dan menyalakan lampu kamar. Ternyata sudah ada satu koper berisi
kebutuhanku yang sudah disiapkan Jian. Kubuka isinya dan lengkap semua. Sekilas
kulirik ranjang. Jian mungkin sudah bangun lebih pagi.
Setelah mandi dan berpakaian, aku langsung keluar kamarku sambil membawa barang
bawaanku keluar dari kamar. Kulihat Jian tengah sibuk menyiapkan sarapan kami
pagi ini.
“Darl, sarapannya sudah siap. Kau tak mau pergi kesana tanpa sarapan kan?”
katanya santai
“Baiklah,
tunggu sebentar.” kataku sambil tersenyum
Aku duduk di kursi meja makanku dengan canggung. Sesekali melempar senyum
kakuku pada Jian. Jian mungkin sudah biasa menghadapi kekakuan dari sifat
dinginku. Setelah menaruh sepiring sandwich berisi daging sapi asap dan saus
buatannya, dia langsung meninggalkanku.
“Kau mau kemana?” kataku heran
“Aku mau ke
kamar mandi. Aku belum mencuci mukaku.” katanya biasa
Aku pun hanya
menganggukkan kepalaku tanda mengijinkannya.
***
Seusai sarapan,
aku langsung berangkat ke airport dengan mobil travel yang sudah datang 5 menit
yang lalu. Jian masih berada di kamar mandi ketika aku ingin berangkat. Aku tak
sempat berpamitan karena mobil travel sudah tiba lebih dulu.
Perjalanan
dari apartment menuju airport sebenarnya memakan waktu yang cukup lama. Tapi
beruntung aku bisa lolos dari kemacetan karena jalan tol dalam kota masih dalam
kondisi lancar.
Mobil travel
yang membawaku akhirnya tiba di pelataran airport. Mobil berhenti, dan pintu
mobil terbuka otomatis. Driver travel membawakan barang-barangku dan menaruhnya
di trolly. Karena penerbanganku akan berlangsung 30 menit lagi, aku segera
bergerak cepat untuk memasuki area indoor airport.
***
Pesawat menuju
Virginia akan segera lepas landas. Dimohon untuk para penumpang agar segera
memasuki pesawat. Terima kasih.
Pesawat
yang akan membawaku akan segera lepas landas. Aku memilih duduk didekat jendela
pesawat. Terakhir kali aku menaiki pesawat adalah saat penerbangan pertamaku ke
New york bersama Jian.
Saat
itu usia pernikahan kami baru menginjak 6 bulan. Ayah menyuruh kami untuk
pindah ke Amerika karena situasi China yang semakin hari semakin tidak baik
bagi kesehatan Jian.
Jian
adalah pemilik riwayat penyakit anemia. Sering kudengar ia pingsan di kampusnya
karena penyakit tersebut. Sebetulnya bisa saja aku membawanya untuk menemaniku
menghadiri rapatku hari ini. Tapi karena alasan itulah aku tak berani
membawanya.
Sudah
1,5 jam aku berada di pesawat. Dan akhirnya pesawat mendarat dengan sempurna.
Setelah benar-benar mendarat dan pintu pesawat terbuka, aku segera berjalan
keluar untuk mengambil bawaanku.
Setelah
mengambil barang bawaanku dari pengambilan bagasi, aku langsung bergerak cepat
untuk segera sampai di hotel. Aku sangat lelah kali ini dan benar-benar butuh
sebuah ranjang untuk beristirahat.
Baru
saja aku selesai menaruh barang bawaanku,
Tiba-tiba
ponselku berdering.
“Hallo?”
kataku mengawali pembicaraan
“Selamat
siang Mr. Kris Wu. Saya Zhang Yi xing dari kepolisian ingin mengabarkan sesuatu
yang berhubungan dengan istri anda, Huang Jian.” kata seorang polisi dengan
nada serius.
Dengan
kondisi yang kelelahan, aku bersandar pada headboard ranjang hotel dan
menggenggam ponselku dengan tegang.
“Ada
berita apa?” kataku makin tegang
“Istri anda ditemukan tak sadarkan diri di kamar mandi apartment anda. Maaf
sebelumnya saya memohon pada anda untuk segera kembali ke apartment anda untuk
menjadi saksi dari kasus ini.”
Ponselku
terjun bebas dari tanganku. Aku segera mengemasi barang-barangku lagi dan
menelpon agen travel untuk memesankanku kereta cepat malam ini.